Tatanan kehidupan manusia dari berbagai bentuknya secara serta merta tidak akan terlepas dengan yang namanya manajemen dari bentuk dan keadaan yang multi dimensi. Tentunya manajemen menjadi keniscayaan bagi kehidupan manusia untuk selalu di inovasi sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga manajemen bisa memberi manfaat yang lebih baik.
Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga ijma’ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur. Dalam pelaksanaan shalat yang menjadi icon paling sakral dalam Islam merupakan contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan.
Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga ijma’ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur. Dalam pelaksanaan shalat yang menjadi icon paling sakral dalam Islam merupakan contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan.
Puasa, haji dan amaliyah lainnya merupakan pelaksanaan manajemen yang monomintal. Oleh karenanya, manajemen merupakan sebuah proses yang menjadi bagian dari ajaran Islam, agar setiap aktifitas yang kita lakukan menjadi terencana dan terarah, sehingga dapat mencapai pada tujuan yang kita inginkan.
Dalam makalah ini, akan diuraikan tentang manajemen dalam perspektif Islam serta manajemen dalam pendidikan Islam.
PENGERTIAN MANAJEMEN
Manajemen merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan. Management berakar dari kata kerja to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, atau mengelola.
Pengertian yang sama dengan pengertian dan hakikat manajemen adalah al-Tadhir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat didalam al-Qur’an (Ramayulis, 2002: 259). Seperti firman Allah SWT: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Q.S. al-Sajdah: 5).
Pada ayat diatas terdapat kata yudabbiru al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan sebagai berikut: “Bahwa Allah adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah SWT mengatur alam raya (Ramayulis, 2002: 260).
Pengertian yang sama dengan pengertian dan hakikat manajemen adalah al-Tadhir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat didalam al-Qur’an (Ramayulis, 2002: 259). Seperti firman Allah SWT: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Q.S. al-Sajdah: 5).
Pada ayat diatas terdapat kata yudabbiru al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan sebagai berikut: “Bahwa Allah adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah SWT mengatur alam raya (Ramayulis, 2002: 260).
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG MANAJEMEN
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani (Jalaluddin Abd’ ar-Rahman, tt: 122); “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas)”. (H.R Thabrani)
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan ama perbuatan yang dicintai Allah swt.. Sebenarnya, manajemen dalam mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam (Hafiduddin & Hendri, 2003: 22).
Demikian pula dalam Hadis riwayat Imam Muslim dari Abi Ya’la (Yahya Ibn Syarifuddin, Tt: Hadits ke 17), Rasulullah saw. bersabda: “Allah swt. Mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu” (H.R Muslim)
Kata ihsan bermakna ‘melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal’. Tidak boleh seorang Muslim melakukan sesuatu tanpa perencanaan, tanpa adanya pemikiran, dan tanpa adanya penelitian, kecuali sesuatu yang sifatnya emergency. Akan tetapi, pada umumnya dari hal yang kecil hingga hal yang besar, harus dilakukan secara ihsan, secara optimal, secara baik, benar dan tuntas (Hafiduddin & Hendri, 2003: 2).
Demikian pula ketika kita melakukan sesuatu itu dengan benar, baik, terencana, dan terorganisasi dengan rapi, maka kita akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu atau dalam mengerjakan sesuatu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan. Sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan biasanya akan melahirkan hasil yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat.
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan ama perbuatan yang dicintai Allah swt.. Sebenarnya, manajemen dalam mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam (Hafiduddin & Hendri, 2003: 22).
Demikian pula dalam Hadis riwayat Imam Muslim dari Abi Ya’la (Yahya Ibn Syarifuddin, Tt: Hadits ke 17), Rasulullah saw. bersabda: “Allah swt. Mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu” (H.R Muslim)
Kata ihsan bermakna ‘melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal’. Tidak boleh seorang Muslim melakukan sesuatu tanpa perencanaan, tanpa adanya pemikiran, dan tanpa adanya penelitian, kecuali sesuatu yang sifatnya emergency. Akan tetapi, pada umumnya dari hal yang kecil hingga hal yang besar, harus dilakukan secara ihsan, secara optimal, secara baik, benar dan tuntas (Hafiduddin & Hendri, 2003: 2).
Demikian pula ketika kita melakukan sesuatu itu dengan benar, baik, terencana, dan terorganisasi dengan rapi, maka kita akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu atau dalam mengerjakan sesuatu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan. Sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan biasanya akan melahirkan hasil yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat.
Oleh karena itu, dalam Hadis riwayat Imam Tirmidzi dan Nasa’i, Rasulullah saw. bersabda: “Tinggalkan oleh engkau perbuatan yang meragukan, menuju perbuatan yang tidak meragukan” (H.R. Tirmidzi dan Nasa’i).
Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesutu dengan aturan serta memiliki manfaat (Hafiduddin & Hendri, 2003: 3).
Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesutu dengan aturan serta memiliki manfaat (Hafiduddin & Hendri, 2003: 3).
Dalam hadis riwayat Tirmidzi dari Abi Hurairah Rasulullah saw. bersabda: “Diantara baiknya, indahnya ke-Islaman seorang adalah yang selalu meninggalkan perbuatan yang tidak ada manfaatnya”. (H.R. Tirmidzi).
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncankan. Jika perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidak termasuk dalam kategori manajemen yang baik.
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncankan. Jika perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidak termasuk dalam kategori manajemen yang baik.
MANAJEMEN ZAMAN RASULULLAH SAW.
Sebenarnya, sejak awal, Islam telah mendorong umatnya untuk mengorganisasi setiap pekerjaan dengan baik. Jadi, dalam ajaran Islam, manajemen telah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. Pembagian tugas-tugas telah mulai dibentuk. Walaupun Rasulullah saw. sendiri tidak menyatakan hal ini adalah sebuah proses manajemen, namun aspek-aspek manajemen secara nyata telah dilakukan, misalnya, mengapa Umar Ibnul Khaththab tidak pernah dijadikan panglima perang karena ternyata memang beliau diarahkan menjadi seorang negarawan.
Demikian pula Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia tidak pernah menjabat sebagai pemimpin perang karena memang diarahkan menjadi negarawan. Mengapa ketika seorang sahabat Nabi Abu Dzar al-Ghifari meminta jabatan kepada Rasulullah saw. sementara teman-temannya sudah diangkat menjadi gubernur dan lain-lain (Hafiduddin & Hendri, 2003: 25), maka Rasulullah mengatakan:“Ini adalah amanat berat dan engkau adalah orang yang lemah”
Inilah manajer yang baik yaitu manajer yang mampu menempatkan orang pada posisi yang sesuai dengan kehlian dan bidangnya masing-masing. Penempatan the right man in the right place merupakan hal yang sangat penting Hafiduddin, Hendri Tanjung. 2003: 26).
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah menempatkan orang di posisi yang tepat. Rasulullah saw. memberikan contoh pada hal ini, bagaimana menempatkan orang pada tempatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah ditempatkan oleh Rasulullah sebagai penulis Hadis. Atau dapat dilihat pula bagaimana Rasulullah saw. menempatkan orang-orang yang kuat untuk setiap pekerjaan dan tugas.
Inilah manajer yang baik yaitu manajer yang mampu menempatkan orang pada posisi yang sesuai dengan kehlian dan bidangnya masing-masing. Penempatan the right man in the right place merupakan hal yang sangat penting Hafiduddin, Hendri Tanjung. 2003: 26).
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah menempatkan orang di posisi yang tepat. Rasulullah saw. memberikan contoh pada hal ini, bagaimana menempatkan orang pada tempatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah ditempatkan oleh Rasulullah sebagai penulis Hadis. Atau dapat dilihat pula bagaimana Rasulullah saw. menempatkan orang-orang yang kuat untuk setiap pekerjaan dan tugas.
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen dalam pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan atau yang lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut melalui kerja sama dengan orang lain secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan, baik di bunia maupun di akhirat (Ramayulis, 2002: 261).
Sementara itu, Sulistyorini mengemukakan, bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah suatu proses penataan atau pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia Muslim dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien (Sulistyorini. 2009: 14).
Sistem manajemen dalam pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif, sistematik dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, sampai pada pengawasan. Proses ini selalu didasari oleh nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, sistem tersebut sekaligus mempunyai nilai materil dan spiritual.
Sementara itu, Sulistyorini mengemukakan, bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah suatu proses penataan atau pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia Muslim dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien (Sulistyorini. 2009: 14).
Sistem manajemen dalam pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif, sistematik dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, sampai pada pengawasan. Proses ini selalu didasari oleh nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, sistem tersebut sekaligus mempunyai nilai materil dan spiritual.
Substansi Manajemen Pendidikan Islam
Hal yang harus disadari bahwa sebuah lembaga pendidikan Islam yang baik dengan kepemimpinan yang baik, harus di ikat pula oleh nilai-nilai yang diyakini oleh manajer Islami, nilai-nilainya adalah nilai-nilai Islami dan profesional dalam menangani sistem pendidikan Islam mulai dari tingkat makro (pusat), meso (wilayah/daerah), sampai tingkat mikro yaitu satuan pendidikan sekolah Islam dan luar sekolah Islam (Sulistyorini. 2009: 33).
Dr. Hadari Nawawi (1981) sebagaimana dikutip Sulistyorini, mengungkapkan bahwa substansi manajemen pendidikan Islam yang disebutnya sebagai manajemen operatif (management of operative function) kegiatannya meliputi; Tata usaha, perbekalan, kepegawaian, keuangan, hubungan masyarakat (humas). Sedangkan Sutisna (1985) menjelaskan substansi manajemen pendidikan Islam sebagai berikut: Program pendidikan, Murid, Personalia, Kantor sekolah, keuangan sekolah, pelayanan bantu, hubungan masyarakat (Sulistyorini. 2009: 35).
Fungsi Manajemen dalam Pendidikan Islam
Para pakar manajemen pada era sekarang mengabstraksikan proses manajemen menjadi 4 proses, yaitu; planning, organizing, actuating, controlling (Sulistyorini. 2009: 35).
Peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen. Fungsi inilah yang menentukan berhasil dan tidaknya sebuah kinerja manajemen (Ramayulis, 2002: 270). Fungsi-fungsi tersebut ialah sebagai berikut:
- Perencanaan (planing); Perencanaan dari sistem manajemen dalam pendidikan Islam adalah merupakan langkah pertama yang harus benar-benar diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab, sistem perencanaan yang meliputi tujuan, sasaran dan target pendidikan Islam harus didasarkan pada situasi dan kondisi sumber daya yang dimiliki.Perencanaan tersebut harus tersusun secara rapi, sistematis dan rasional, agar muncul pemahaman yang cukup mendalam terhadaap perencanaan itu sendiri.
- Pengorganisasian (organizing); Pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interaksi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Pengorganisasian dalam pendidikan Islam merupakan implementasidari perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
- Penggerakan (actuating); Dalam pendidikan Islam, penggerakan merupakan suatu upaya untuk memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada seluruh SDM dari personil yang ada dalam suatu organisasi agar dapat menjalankan tugasnya dengan kesadaran yang paling tinggi.
- Pengawasan (controling); Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksanannya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materiil maupun spirituil. Pengawasan dalam pendidikan Islam sangat komplek, pengawasan material dan pengawasan spiritual, adanya keyakinan bahwa kehidupan ini bukanlah di monitor oleh manajer atau atasan saja, akan tetapi, langsung diawasi oleh Allah SWT.
Dari uraian diatas tentang manajemen, maka dapat penulis simpulkan sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, sebagai berikut:
- Manajemen merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan;
- Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Disinilah Islam mengatur segala aktifitas harus dilakukan secara baik dan maksimal dengan prencaanan, proses, dan pengawasan yang baik. Sehingga akan menghasilkan pekerjaan yang baik dan terarah serta dapat mencapai tujuan;
- Rasulullah saw. Merupakan contoh seorang manajer yang baik, ha ini dapat dilihat bagaimana Rasulullah saw. menempatkan seseorang pada tempat yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya;
- Sistem manajemen dalam pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif, sistematik dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, sampai pada pengawasan. Proses ini selalu didasari oleh nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, sistem tersebut sekaligus mempunyai nilai materil dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
- Departemen Agama RI. 2009. Mushaf al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: CV. Pustaka al-Kautsar.
- Hafiduddin, Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah Dalam Praktik. Cet.I. Jakarta: Gema Insani Press.
- Jalaluddin Abd’ ar-Rahman. Tt. Jami’ al-Shogir min Hadisin al-Basyir al-Nadhir. Dar al-Kutub al-Nafidah.
- Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.XII. Jakarta: Kalam Mulia.
- Sulistyorini. 2009. Manajemen Pendidikan Islam; Konsep, Strategi dan Aplikasi. Yogyakarta: Teras.
- Yahya Ibn Syarifuddin. Tt. Al-Arba’in an-Nawawi, Hadis nomor 17.