Apa sebenarnya perbedaan antara filsafat dan sains? Hal tersebut dijelakan oleh Ahmad Tafsir menggunakan matrik pengetahuan manusia, pengetahuan ialah semua yang diketahui. Semua yang diketahui manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
Didalam matrik diatas terlihat bahwa pengetahuan jenis pertama ialah pengetahuan sains. Ini adalah terjemahan tepat untuk kata Science. Bila science diterjemahkan dengan ilmu, maka akan timbullah kebingungan. Ilmu bagi orang Indonesia, yang umumnya telah dipergunakan rasa bahasa Arab, dapat berarti pengetahuan (Knowledge).
Ilmu (sains) adalah sejenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset terhadap objek-objek yang empiris; benar tidaknya suatu teori sains (ilmu) ditentukan oleh logis-tidaknya dan ada-tidaknya bukti empiris. Bila teori itu logis dan ada bukti empiris, maka teori sains itu benar.
Bila hanya logis, ia adalah pengetahuan filsafat. Bila tidak logis, tetapi ada bukti empiris itu namanya pengetahuan khayal. Contohnya: bila ada gerhana, pukullah kentongan, gerhana itu akan menghilang. Pernyataan ini benar dalam arti dapat dinuktikan secara empiris.
Coba saja, bila ada gerhana, pukul terus kentongan, lama kelamaan gerhana akan hilang. Akan tetapi ini tidak logis: apa hubungan antara gerhana dan kentongan yang dipukul? Ternyata kentongan tidak dipukul pun gerhana menghilang juga.
Oleh karena itu, karena tidak logis, sekalipun ada bukti empiris, pengetahuan jenis ini bukan sains. Ahmad Tafsir menyebutnya sebagai pengetahuan khayal/tahayyul.. Dan pengetahuan jenis ini banyak dimiliki oleh masyarakat, mengapa? Ahmad Tafisr pun menjawab tidak tahu.
Jadi, kesimpulannya, Sains (ilmu) ialah pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti empiris. Kaidah ini saya gunakan untuk ilmu Pendidikan Islam. Teori-teori di dalam Ilmu Pendidikan Islam haruslah dapat diuji secara logis dan sekaligus empiris. Bila kurang satu saja, maka ia bukan Ilmu Pendidikan Islam.
Adapun filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang objek-objek yang abstrak. Bisa saja objek penelitiannya konkret, tetapi yang ingin diketahuinya adalah bagian abstraknya. Suatu teori filsafat benar bila ia dapat dipertanggujawabkan secara logis dan untuk selama-lamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Jadi, kesimpulannya, Sains (ilmu) ialah pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti empiris. Kaidah ini saya gunakan untuk ilmu Pendidikan Islam. Teori-teori di dalam Ilmu Pendidikan Islam haruslah dapat diuji secara logis dan sekaligus empiris. Bila kurang satu saja, maka ia bukan Ilmu Pendidikan Islam.
Adapun filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang objek-objek yang abstrak. Bisa saja objek penelitiannya konkret, tetapi yang ingin diketahuinya adalah bagian abstraknya. Suatu teori filsafat benar bila ia dapat dipertanggujawabkan secara logis dan untuk selama-lamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Bila suatu waktu ia bisa dibuktikan secara empiris, maka ia segera berubah menjadi ilmu. Berdasarkan itu maka filsafat Pendidikan Islam adalah kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Untuk melengkapi penjelasan tentang perbedaan kedua jenis pengetahuan tersebut, Ahmad tafsir juga menjelaskan tentang pengetahuan Mistik. Kata mistik ialah istilah sementara yang ia gunakan sebelum ada istilah yang lebih tepat. Pengetahuan mistik adalah pengetahuan tentang objek-objek abstrak supra-logis, atau suprarasional, atau metarasional.
Untuk melengkapi penjelasan tentang perbedaan kedua jenis pengetahuan tersebut, Ahmad tafsir juga menjelaskan tentang pengetahuan Mistik. Kata mistik ialah istilah sementara yang ia gunakan sebelum ada istilah yang lebih tepat. Pengetahuan mistik adalah pengetahuan tentang objek-objek abstrak supra-logis, atau suprarasional, atau metarasional.
Pengetahuan ini bukan diperoleh dengan indera seperti pada sains, bukan pula dengan akal seperti pengetahuan filsafat. Bukan dengan akal karena ia supra-akal, diatas akal. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara merasakan, mempercayai begitu saja.
Rasa kita itulah yang bekerja untuk menerima dan memperoleh pengetahuan jenis ini. Pengetahuan kita tentang Tuhan, surga, neraka dan sebangsanya sebenarnya bukan diperoleh lewat akal, melainkan diperoleh lewat iman; iman itu pada hakikatnya adalah rasa.
Sumber: Ahmad Tasir. 2014. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sumber: Ahmad Tasir. 2014. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.